Pendekatan Belajar dan Pembelajaran
Pendekatan Ekspositori dan
Pendekatan Heuristik
A. Pendekatan
Ekspositori
Pendekatan
Ekspositori bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran
pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar
mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada
siswa.
Komunikasi
yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa, menggunakan komunikasi
satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Oleh sebab itu kgiatan belajar siswa
kurang optimal, sebab terbatas kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan
sekali-sekali bertanya kepada guru.
Dalam
pendekatan ekspositori ini Syamsudin Makmun (2003;233) mengemukakan bahwa guru
menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik
dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan
tertib.
B. Pendekatan
Heuristik
Kata
heuristik dari bahasa Yunani yaitu “heuriskein” yang berarti “saya menemukan”.
Pengertian ini menurut Rusyan (1993:114) adalah semacam fakta psikologis yang
muncul sebagai kodrat manusia yang memiliki nafsu untuk menyelidiki sejak bayi.
Metode heuristik ini dipromosikan oleh Professor Amstrong abad ke-19, menurut
metode ini peserta didik sendiri yang harus menemukan fakta ilmu pengetahuan.
Strategi belajar mengajar heuristik adalah merancang pembelajaran dari berbagai
aspekdari pembentukan system intruksional mengarah pada pengaktifan peserta
didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, konsep yang mereka
butuhkan.
Pendekatan
heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa
diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut, implementasinya
dalam pengajaran menggunakan metode penemuan dan metode inkuiri. Metode
penemuan didasarkan pada anggapan, bahwa materi suatu bidang studi tidak saling
lepas, tetapi ada kaitan antara materi-materi itu. Sedangkan metode inkuiri
adalah para siswanya bebas memilih atau menyusun objek yang dipelajarinya,
mulai menentukan masakah, mengumpulkan data, analisis data hingga pada
kesimpulannya yaitu anak menemukan sendiri.
Dengan
prinsip ini menunjukan bahwa pendekatan heurisrik dapat mendorong peserta didik
bersikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri.
Kelemahan
pendekatan heuristik, antara lain :
1. Titik semua
peserrta didik cocok dengan pendekatan ini, kadang-kadang peserta didik lebih
senang diberi pelajaran oleh gurunya melalui ceramah dan Tanya jawab.
2. Guru kurang
biasa menggunakan pendekatan ini dalam penyelenggaraan di sekolah karena factor
kemampuan.
3. Pendekatan
ini kurang cocok bagi peserta didik yang lamban.
4. Perlengkapan
ini menuntut perlengkapan yang memadai, terutama bagi pekerjaan di
laboratorium.
Untuk
mengatasinya, maka prosedur heuristik, yang menemukan jawaban dengan cara yang
tidak ketat, misalnya menganjurkan murid-murid menemukan jawaban atas masalah
yang pelik dengan memikirkan masalah dengan persamaannya yang lebih sederhana
atau berpikir analogi, berdasarkan simetri, atau dengan melukiskannya atau
membuat diagram. Siswa dibimbing oleh guru agar menemukan sendiri konsep yang
dicari, tetapi konsep itu belum tentu diketahui oleh guru sebelumnya.
B.
Pendekatan Kecerdasan
Munzert,
A.W. (1994) mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan
memberikan jawaban, penyelesaian, dan kemampuan memecahkan masalah. David
Weschler memberikan rumusan tentang kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum
dari individu untuk bertindak, berfikir rasional dan berinteraksi dengan
lingkungan secara efektif. Kecerdasan merupakan salahsatu factor utama yang
menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah.
Berdasarkan
test-test intelegensi yang dilaksanakan, Binet mengelompokkan tingkat-tingkat
kecerdasan (intelegence Quotion-IQ) seperti berikut ini :
Ø 140-keatas : Jenius
Ø 120-139 : Cerdas sekali/Superior
Ø 110-119 : Cerdas
Ø 90-109 : Sedang/normal/rata-rata
Ø 80-89 : Di bawah rata-rata/lambat belajar
Ø 70-79 : Bodoh/daerah batas
Ø 50-69 : Feeble-mindle/debil/moron
Ø 30-49 : Embisil
Ø -29 : Idiot
Guru
cenderung orang yang mempunyai tingkat kecerdasan antarpribadi yang tinggi.
Spearman mendefinisikian kecerdasan adalah “intelegence consist of general
ability that working conjunction with special abilities”, artinya kapasitas
umum meliputi kecepatan merespon setiap stimulus dan kemampuan memecahkan
masalah dengan kapasitas khusus dikenal sebagai bakat (aptitude). Howard
Gardner, psikologi yang membantu pelaksanaan riset tersebut, mengganggap
kecerdasan sebagai kemampuan memecahkan masalah atau menciptakan produk
(Goleman, 1999:50). Ia mewariskan daftar berikut yang memuat delapan bentuk
kecerdasan :
1. Kecredasan
verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence). Bentuk kecerdasan ini
dinampakkan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat
beragam penggunaan bahasa untuk menyatakan dan memakai arti yang kompleks.
2. Keceerdasan
logika/matematika-logis (logical-mathematical intelligence). Bentuk kecerdasan
ini termasuk yang paling mudah distandarisasikan dan diundur, kecerdasan ini
sebagai pikiran analitik dan sainstifik, dan bias melihatnya dalam diri ahli
sains dan program computer, akuntansi, banker, dan tentu saja ahli matematika,
mereka semua pemecah masalah dan pemain hebat.
3. Kecerdasan
special/visual(visual-spatial intelligence). Kecerdasan ini umumnya terampil
menghasilkan imaji mental dan menciptakan representasi grafis, mereka sanggup
berpikir tiga dimensi, mampu mencipta ulang dunia visual.
4. Kecerdasan
tubuh/kinestetik (kinesthetic intelligence). Kecerdasan ini memungkinkan
terjadinya hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil
dalam aktivitas-aktivitas seperti menari, melakukan pantomim, berolahraga,
menguasai seni beladiri, dan memainkan drama.
5. Kecerdasan
musical/ritmik (musical intelligence). Seseorang dengan bentuk kecerdasan ini
mendengarkan pola music dan ritmik secara natural dan kemudian dapat
memproduksinya.
6. Kecerdasan
interpersonal (interpersonal intelligence). Kecerdasan ini wajib dimiliki bagi
tugas-tugas di tempat kerja seperti negoisasi dan menyediakan umpan balik atau
evaluasi.
7. Kecerdasan
intrapersonal (intrapersonal intelligence). Yaitu kemampuan untuk memahami dan
mengartikulasikan cara kerja terdalam dari karakter dan kepribadian.
8. Kecerdasan
spiritual ini bersifat sementara. Bentuk kecerdasan ini dapat dipandang sebagai
sebuah kombinasi dari kesadaran kecerdasan interpersonal dan kecerdasan
intrapersonal dengan sebuah komponen “nilai” yang ditambahkan padanya. Kecerdasan
spiritual (spiritual intelligence) menurut Zohar dan marshall (2000) berkenaan
dengan kecepatan internal, bawaan dari otak dan psikis manusia, menggambarkan
sumber yang paling dalam dari hati semesta itu sendiri. Kecredasan spiritual
disebut juga kecerdasan rohaniah. Pendekatan kontekstual
Pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru yang mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyatas siswa dan mendorong siswa dan membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
menurut Nurhadi (2003) dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran
yang efektif yakni:
a. Kontruktivisme
(Contruktivism)
Kontruktivisme (Contruktivism)
merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu
pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.
Esensi dari teori kontruktivisme
adalah bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi
kompeks ke situasi lain, dan apoabila dikehendaki informasi itu menjadi milik
mereka sendiri.
b. Bertanya
(Questioning)
Dalam sebuah pembelajaran yang
produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
Ø Menggali
informasi, baik administrasi maupun akademis.
Ø Mengecek
pemahaman siswa.
Ø Membangkitkan
respon pada siswa.
Ø Mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa.
Ø Mengetahui
hal-hal yang sudah diketahui siswa.
Ø Memfokuskan
perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
Ø Untuk
membangkitkan lebih banyak pertanyaan dari siswa.
Ø Untuk
menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
c. Menemukan
(inqury)
Menemukan merupakan kegiatan inti
dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendektan kontekstual. Siklus inquiri
adalah :
Ø Observasi
(observation)
Ø Bertanya
(question)
Ø Mengajukan
dugaan (hipotesis)
Ø Pengumpulan
data (data gathering)
Ø Penyimpulan
(conclusion)
Kata kunci dari strategi inquiry
adalah siswa menemukan sendiri, adapun langkah-langkah siswa menemukan sendiri
adalah :
Ø Merumuskan
masalah dalam mata pelajaran apapun.
Ø Mengganti
atau melakukan observasi.
Ø Menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya
lainnya.
Ø Mengkomunikasikan
atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audience
lainnya.
d. Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep learning community
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan oranglain.
“Masyarakat belajar” bias terjadi apabila ada komunikasi satu arah.
e. Pemodelan
(Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bias ditiru. Model itu,
memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan
sesuatu, dengan begitu guru member model tentang bagaimana cara belajar.
f. Refleksi
(refelcion)
Refleksi adalah cara berfikir
tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang
sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa yang lalu. Pengetahuan yang
bermakna diperolaeh dari proses belajar.
g. Penilaian
sebenarnya (authentic assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran
seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar seperti formatif dan sumatif,
tetapi dilakukan bersama dengan cara terintegrasi, yaitu tidak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran.
Karakteristik
authentic assessment adalah:
Ø Dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
Ø Bisa
digunakan untuk formatif atau sumatif.
Ø Yang diukur
keterampilan dan performansi, bukan henya mengingat fakta.
Ø Berkesinambungan.
Ø Terintregasi.
Ø Dapat
digunakan sebagai feedback.
Sebuah kelas
dikatakan menggunakan pendekatan konstekstual, jika menerapkan komponen utama
pembelajaran efektif ini dalam pembelajarannya.langkah-langkah penerapan
pendekatan kontekstual adalah :
Ø Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan berunya.
Ø Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan.
Ø Mengembangan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya.
Ø Menghadirkan model sebagai pembelajaran.
Ø Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
Ø Melskukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar